Berita & Artikel


Peran HRD dalam Menciptakan Lingkungan Kerja yang Aman Secara Psikologis (Psychological Safety)

HR

November 25-2025

Oleh: Marisa

Beberapa tahun belakangan, istilah ini bukan lagi jargon akademis yang hanya dibahas di jurnal-jurnal. Sejak Google merilis hasil "Project Aristotle" yang menempatkan keamanan psikologis sebagai faktor nomor satu penentu keberhasilan tim, kita semua sadar: ini adalah kunci kinerja.

Tapi, sejujurnya, mendefinisikan psychological safety itu mudah. Yaitu, keyakinan bahwa kita bisa berani bicara terus terang, mengajukan ide 'gila', dan bahkan mengakui kegagalan tanpa takut dihakimi atau, lebih parah, dipecat.

Pertanyaannya untuk kita sebagai HRD adalah: Bagaimana cara kita benar-benar mengimplementasikannya di tengah tekanan target, politik kantor, dan budaya yang sudah terlanjur kaku?

Menghadapi Realitas: Mengapa Budaya Kita Sulit "Aman"?

Kita harus jujur. Ada beberapa penghalang utama di banyak perusahaan:

  1. Budaya "Performance Sempurna":
    Kita merayakan pahlawan yang selalu sukses. Karyawan yang mengakui kesalahan justru dianggap lemah.
  2. Ketakutan Manajer:
    Manajer takut terlihat tidak kompeten jika timnya berbuat salah, sehingga mereka cenderung menutupi atau menghukum, bukan belajar.
  3. Proses Feedback yang Kaku:
    Sistem review kinerja kita seringkali dirancang untuk menilai dan menghakimi di akhir tahun, bukan memfasilitasi dialog dan pembelajaran berkelanjutan.

HRD-lah yang memegang kunci untuk membongkar tiga penghalang ini.

4 Aksi Nyata HRD: Dari Konsep ke Aksi

Peran kita bukan hanya menyelenggarakan workshop. Kita adalah arsitek sistem dan budaya.

  1. Merombak Ulang Peran Manajer: Dari Hakim menjadi Pelatih

Manajer adalah penentu utama psychological safety di level tim. Jika manajer tidak aman, timnya pasti juga tidak aman.

  • Fokus Pelatihan:
    Hentikan pelatihan hard skill sejenak. Fokuskan sumber daya pada pelatihan Kerentanan Kepemimpinan (Leadership Vulnerability). Ajarkan manajer untuk mengakui kesalahan kecil mereka sendiri secara terbuka. Ini memberikan izin permission kepada tim untuk melakukan hal yang sama.
  • Metode Inquiry (Bertanya)
    Latih manajer untuk merespons kegagalan atau masalah dengan pertanyaan seperti:
    • "Apa yang membuat ide itu terasa aman untuk dicoba?"
    • "Apa data yang kita peroleh dari kegagalan ini?"
      Bukan:
    • "Kenapa kamu gagal?"
  1. Merevolusi Performance Management (PM)

Sistem PM yang kita kelola bisa menjadi alat terkuat atau penghancur psychological safety.

  • Pisahkan Feedback Pengembangan dari Keputusan Gaji:
    Ketika feedback dikaitkan langsung dengan bonus, karyawan hanya akan menunjukkan sisi terbaik mereka. Terapkan ulasan bulanan yang murni tentang pengembangan dan pembelajaran, terpisah dari siklus penilaian kompensasi tahunan.
  • Apresiasi "Kegagalan Cerdas":
    Buat mekanisme (misalnya, penghargaan bulanan non-moneter) untuk merayakan tim yang berani mengambil risiko terukur dan mendapatkan pelajaran penting, meskipun hasilnya adalah kegagalan.
  1. Menyediakan "Jalur Aman" untuk Bersuara

Orang tidak akan berbicara jika takut. HRD harus menciptakan infrastruktur yang menjamin anonimitas dan non-pembalasan.

  • Sistem Pelaporan yang Transparan (Tapi Anonim):
    Pastikan saluran untuk melaporkan pelanggaran etika, bullying, atau diskriminasi benar-benar confidential. Dan yang terpenting: tindak lanjuti dengan tegas dan komunikasikan hasilnya (tanpa menyebut nama pelapor) untuk membangun kepercayaan bahwa "bersuara itu ada gunanya."
  • Budaya Intervensi Dini:
    Latih HR Business Partner (HRBP) untuk mengidentifikasi tanda-tanda ketidakamanan di tim—misalnya, kurangnya diskusi dalam rapat atau keheningan pasif saat ada ide baru dilontarkan.
  1. Menyelaraskan Pengalaman Karyawan (EX) dengan Well-being

Keamanan psikologis terkait erat dengan seberapa besar perusahaan peduli pada karyawan sebagai manusia, bukan sekadar sumber daya.

  • Prioritaskan Work-Life Integration:
    HRD harus menjadi penjaga gerbang dari burnout. Ketika orang stres karena jam kerja yang tidak masuk akal, mereka tidak akan punya energi mental untuk mengambil risiko di tempat kerja. Dorong batasan yang jelas dan libatkan pemimpin senior sebagai role model dalam menjaga keseimbangan.

Kunjungi situs kami di https://campsite.bio/qqgroup dan mengikuti media sosial kami untuk pembaruan terbaru tentang strategi manajemen human capital terkini.

Mari bersama kita melangkah menuju Indonesia hebat!

 

id_ID